Jumat, 17 Desember 2010

kehidupan muslim di jerman


Dilatarbelakangi keinginan untuk memperlihatkan kehidupan warga muslim yang damai di negaranya, Pemerintah Jerman, lewat Goethe Institut (Pusat Kebudayaan Jerman) Bandung, menyelenggarakan Pameran Fotografi Masjid-Masjid di Jerman. Kegiatan yang diselenggarakan di Student Center Universitas Islam Bandung (UNISBA) ini, berlangsung sejak 6 Mei dan akan berakhir pada 20 Mei 2009 mendatang.
Ke-60 foto yang ditampilkan dalam pameran ini merupakan hasil jepretan Wilfried Dechau yang diambil bulan Maret dan April tahun 2008 silam. Dechau sendiri berkeliling Jerman untuk memotret masjid-masjid dalam konteks desain interiornya, suasana sholat Jumat, para imam, anak-anak, dan para lelaki dan wanita di masjid. Tak kurang dari 8 kota dia kunjungi, meliputi kota Pforzheim, Penzberg, Mannheim, Wolfsburg, Aachen, Karlsruhe, Hamburg, dan Stuttgart.
Dalam perjalanannya, mantan pemimpin redaksi sebuah majalah arsitektur di Jerman ini tidak menemui banyak kesulitan. “Tak terbesit kesulitan, keraguan, atau kecurigaan. Malahan aku disambut dengan keterbukaan yang tulus,” ungkap Dechau dalam pernyataan tertulisnya di leaflet pameran.
Banyak Masjid di Jerman
Sulastri Madjid, Koordinator Program Budaya Goethe Institut Indonesien Bandung, menjelaskan bahwa Jerman memiliki banyak masjid. Hingga tahun ini, tercatat sudah ada 206 masjid dan 2600 mushola. Jumlah tersebut belum termasuk 120 masjid yang masih dalam perencanaan. “Bahkan ada sebuah masjid yang cukup besar yang akan dibangun di kota Duisburg,” jelas Sulastri.
Lebih lanjut Sulastri menuturkan bahwa berdirinya masjid-masjid ini berawal dari imigran-imigran Turki yang mayoritas beragama muslim. Mereka masuk ke Jerman ketika negara tersebut sedang membutuhkan pekerja kasar kala itu.
Setelah 3 generasi, keturunan imigran Jerman yang mayoritas muslim, telah menganggap Jerman sebagai negara mereka. Bahkan ada dari mereka yang masuk ke parlemen Jerman. “Yang penting dia adalah warga Jerman dan punya kemampuan untuk memimpin. Di sana (Jerman-red) tidak terlalu peduli dengan latar belakang agama,” tutur Sulastri.
Selain itu, Jerman pun mempunyai Utusan Khusus yang bertugas berdialog dengan umat muslim. Utusan ini bertugas membangun komunikasi dengan komunitas-komunitas muslim yang hidup di Jerman.
Meskipun masjid dan mushola banyak bertebaran di Jerman, namun adzan tidak diperbolehkan dikumandangkan hingga keluar ruangan lantaran dianggap mengganggu. “Kalau misalnya adzan subuh, orang-orang Jerman masih pada tidur. Jadi mengganggu dan tidak sesuai dengan kebudayaan mereka (orang Jerman-red),” ungkap Sulastri.
Selain pameran foto, kegiatan ini juga diisi dengan diskusi bersama Heidrun Tempel. Beliau merupakan Utusan Khusus untuk Dialog Antar Budaya dari Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin. Dalam diskusi yang berlangsung di Aula UNISBA pada Kamis, 7 Mei 2009 lalu, sebagian besar dihadiri oleh mahasiswa dan dosen UNISBA dan membahas soal kehidupan muslim di Jerman.
Di Indonesia sendiri, pameran ini juga digelar di Universitas Paramadina, Jakarta. Dalam pameran yang berlangsung dari 1 hingga 14 April silam, diadakan juga workshop foto yang mendatangkan sang fotografer, Wilfried Dechau.
Seusai Jakarta dan Bandung, pameran ini juga akan digelar di Malaysia, Singapura, India, Turki, dan Timur dekat.
sumber:http://coretankelambu.wordpress.com/2009/05/13/lewat-pameran...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar